Jumat, 29 April 2005
"Graffiti" di Jalanan Ibu Kota Niatnya Menghibur Pengguna Jalan
Beraksi di malam hari, Pylox dan cat tembok adalah senjata mereka. Ini dia para pelukis kota!
Akhir-akhir ini banyak banget lukisan jalanan yang dibuat di tembok jembatan layang, tembok samping rumah, tembok pembatas lahan tidur, sampai rolling door toko yang sudah tutup.
Tulisan itu kadang berbentuk huruf dengan menggunakan cat semprot atau cat tembok. Kadang tulisan itu merupakan campuran huruf dan gambar. Yang pasti, karena warnanya sangat mencolok, lukisan tadi jadi menarik perhatian para pengguna jalan.
Itulah graffiti yang belakangan lagi subur pertumbuhannya. Seperti enggak bisa melihat "lahan kosong", setiap minggu ada saja tulisan graffiti baru menyapa kita di jalan.
Walaupun kadang tulisannya hanya berbunyi nama kelompok dan nama orang, graffiti juga bisa membuat kita terkagum-kagum karena bentuk-bentuk hurufnya yang atraktif. Malah kadang kita enggak mampu membaca tulisan itu gara-gara terlalu susah untuk dieja.
Ternyata di balik semua keindahan itu, para pelukis graffiti (sering disebut bomber atau writer) di kota-kota besar dan Jakarta pada khususnya, menyimpan cerita sedih, seru, sekaligus menegangkan pada waktu pembuatannya.
"Gue enggak tahu kenapa graffiti sering dilarang. Padahal itu kan seninya tinggi. Daripada tembok di Jakarta dipenuhi sama coretan nama gang sekolahan yang enggak jelas," keluh Adhit waktu mengajak Tim Muda dalam "pengeboman" di suatu malam.
Cowok kurus berkacamata ini memang menjadi salah satu bagian dari komunitas graffiti yang ada di Jakarta. Wajar saja kalau dia lebih sering "berkarya" (mereka mengistilahkannya dengan ngebom) di tengah malam. Soalnya pada saat itu, aktivitas Adhit bersama teman-temannya menjadi tidak diketahui orang. Dengan begitu, tidak ada petugas keamanan yang bisa menghalau mereka.
"Biasanya sih yang ngusir kita tuh Polisi Pamong Praja. Kalau ketangkap, paling kita disuruh bersihin karya kita pakai cat putih, terus dibawa sebentar ke kantor polisi," katanya lagi.
Asal-usul
Dari mana asalnya ya, kok graffiti jadi ramai kayak gini?
Susah banget kalau mencari dari mana asalnya graffiti ini. Yang pasti sejak zaman perang kemerdekaan, kita sudah mengekspresikan keinginan untuk merdeka lewat graffiti.
Walaupun dengan skill dan peralatan yang masih sederhana, konsep tulisan dan dinding menjadi media paling aman untuk mengekspresikan pendapat secara diam-diam pada saat itu.
Istilah graffiti sendiri diambil dari bahasa latin, graphium yang artinya menulis. Awalnya istilah itu dipakai oleh para arkeolog untuk mendefinisikan tulisan-tulisan di bangunan kuno bangsa Mesir dan Romawi kuno.
Pada perkembangannya, graffiti di sekitar tahun 70-an di Amerika dan Eropa akhirnya merambah ke wilayah urban sebagai jati diri gang yang menjamur di perkotaan. Karena citranya yang kurang bagus, graffiti malah telanjur jadi momok bagi keamanan kota. Alasannya karena dianggap memprovokasi perang antarkelompok atau gang. Parahnya, selain dilakukan di tembok kosong, ngebom pun dilancarkan di kereta api bawah tanah.
Di Amerika sendiri, setiap negara bagian sudah punya peraturan sendiri untuk membungkam graffiti. Di San Diego, California, sampai New York, semua punya undang-undang yang menyebutkan bahwa graffiti adalah ilegal. Untuk menghukum semua pelakunya, graffiti pun dibagi menjadi dua jenis.
Yang pertama adalah gang graffiti. Yaitu graffiti yang berfungsi sebagai identifikasi daerah kekuasaan lewat tulisan nama gang, gang gabungan, para anggota gang, atau tulisan tentang apa yang terjadi di dalam gang itu.
Yang kedua adalah tagging graffiti. Yaitu jenis graffiti yang sering dipakai untuk ketenaran seseorang atau kelompok. Makin banyak graffiti jenis ini bertebaran, maka makin ngetoplah nama si pembuatnya. Makanya graffiti jenis ini perlu tagging alias tanda tangan dari writer atau bomber-nya. Semacam tanggung jawab karya-lah!
Di Indonesia
Bagaimana dengan di Indonesia?
Sepertinya masih belum ada undang-undang yang secara tegas menyebutkan bahwa sebuah graffiti itu ilegal. Tapi kalau mendengar cerita-cerita dari bomber-bomber Ibu Kota yang sering disuruh menghapus piece (karya) mereka, kayaknya aksi mereka memang bikin gerah pemerintah kota.
Hal ini juga pernah dialami seniman mural. Mural yang berbeda dengan graffiti dalam hal bentuk gambar, pernah dijadikan hiasan kota lewat event Jak@rt tahun 2001 yang melibatkan puluhan seniman mural di Jakarta. Tapi tiba-tiba karya mereka banyak yang dihapus cat putih karena dianggap tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah kota (waktu itu masih Pemda)
"Kebijakan Pemda DKI Jakarta adalah tidak menerima adanya lukisan yang dinilai tidak senonoh," kata Muhayat, Kepala Biro Humas Pemda DKI Jakarta waktu itu, seperti dilansir Harian Kompas (7 Agustus 2001).
Waduh, kalau gambar yang bagus kayak mural saja dilarang, bagaimana kabarnya dengan graffiti yang cuma bermain dengan bentuk huruf ya?
Akhirnya, para bomber memang bergerak diam-diam. Mereka menggunakan media internet untuk merencanakan aksi mereka. Mulai dari SMS, e-mail sampai friendster semua dipergunakan.
Mereka biasa berkumpul di sebuah meeting point yang udah ditentukan. Di situ mereka merencanakan soal spot (lokasi inceran), jalur dan keamanannya. Kalau yang ikut sampai ada banyak kru, diperlukan beberapa tim advanced untuk ngecek keadaan spot.
Setelah dirasa aman, barulah pasukan yang lain datang ke lokasi. Tapi kalau hanya sedikit kru yang ikut, mungkin bisa dilakukan sekaligus.
Penyegaran mata
Bayangkan kalau kita lagi terjebak di kemacetan kota. Entah itu di kolong jembatan atau di samping tembok panjang. Terus di samping kiri-kanan terpampang graffiti dalam berbagai bentuk. Nah, para bomber tadi sih maunya menjadikan karya-karya tuh sebagai penyegaran mata.
"Kan enak, lagi macet sambil melihat graffiti. Kesannya lagi di galeri lukisan gitu. Terus mereka juga bisa nilai karya siapa yang paling bagus. Jadi biarlah para pengguna jalan menjadi juri," kata Dhika, salah seorang bomber yang ditemui Tim Muda pas sebelum beraksi.
Operasi "pengeboman" selalu dilakukan lewat tengah malam. Beberapa hari sebelumnya mereka pasti melakukan survei lokasi. Hasil check spot tadi bisa berbuah dua hal. Mereka bisa menemukan spot baru, atau mereka malah menemukan spot karya mereka perlu diperbarui.
"Biasanya sih kami perbarui dengan cara menimpa karya yang lama. Tapi kami enggak pernah nimpa atau merusak karya orang lain. Kenapa mesti diperbarui? Ya karena sudah bosan aja dan kadang sudah basi isi pesannya," kata Echo, pentolan Morden Crew, yang membawa Tim Muda keliling wilayah Kebayoran Baru, Jakarta, untuk melihat lokasi pengeboman malam itu.
Isi pesan sebagian besar graffiti crew di Indonesia, khususnya Jakarta mungkin masih bersifat tagging crew alias cuma menonjolkan nama kelompok demi kepopuleran. Nama-nama kru disemprot dalam berbagai bentuk yang bisa menimbulkan decak kagum karena keindahannya.
"Kadang kita juga bikin pesan khusus seperti selamat ulang tahun untuk temen, pesan cinta untuk cewek, pesan sosial juga ada kok. Yang pasti kita enggak main politik. Cinta aja deh," aku Echo lagi.
Ngebom
Akhirnya kita sampai di lokasi. Daerah Gandaria pagi dini hari itu makin gelap. Waktu menujukkan pukul 2 dini hari. Sabtu malam, sudah berganti Minggu. Echo bersama 4 orang temannya turun dari mobil VW Combi sambil mempersiapkan dua lusin pyloks yang baru dibelinya tadi sore.
Di hadapan mereka ada sebuah karya yang akan diperbarui. Adhit mengamati desain baru yang terkumpul dalam sebuah binder. Setelah menyetujui sebuah desain, Echo turun beraksi membuat garis-garis pinggir huruf demi huruf, sementara Adhit mengawasi dari kejauhan. Hebatnya, semua itu mereka lakukan tanpa bantuan penggaris, skala, dan... penerangan lampu!
Mereka mengerjakan satu desain dalam waktu kurang lebih dua jam. Awalnya, belum berbentuk. Bahkan ketika udah jadi pun, karya mereka ini belum bisa dinikmati karena kurangnya cahaya.
Besoknya, ketika hari sudah terang, graffiti itu tampak mencolok di pojokan jalan. Membuat para pengguna jalan melintas pelan di jalan sambil berusaha membaca tulisan itu pas mereka berhenti di lampu merah.
Niat mereka menghibur pengguna jalan pun terwujud... at least buat sebagian orang.